Mineral
Minggu, 22 Januari 2012 | Ayun
Laporan Praktikum Biokimia Umum | Hari/tanggal : Selasa/14 Desember 2010 Waktu : 08.00 – 11.00 WIB PJP : Waras Nurcholis, M. Si Asisten : Syaefudin
|
MINERAL
KELOMPOK 10
Randi Hadianta (G34090020)
Yovita Sari (G34090028)
Kurrataa’yun (G34090105)
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
____________________________________________________________________
PENDAHULUAN
Mineral merupakan bagian dari tubuh yang memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Di samping itu mineral berperan dalam berbagai tahap metabolisme, terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas enzim-enzim. Keseimbangan ion-ion mineral di dalam cairan tubuh diperlukan untuk pengaturan pekerjaan enzim-enzim, pemeliharaan keseimbangan asam-basa, membantu transfer ikatan-ikatan penting melalui membran sel dan pemeliharaan kepekaan otot dan saraf terhadap rangsangan (Almatsier 2005).
Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh makhluk hidup di samping karbohidrat, lemak, protein, dan vitamin, juga dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Sebagai contoh, bila bahan biologis dibakar, semua senyawa organik akan rusak; sebagian besar karbon berubah menjadi gas karbon dioksida (CO2) hidrogen menjadi uap air, dan nitrogen menjadi uap nitrogen (N2) Sebagian besar mineral akan tertinggal dalam bentuk abu dalam bentuk senyawa anorganik sederhana, serta akan terjadi penggabungan antar individu atau dengan oksigen sehingga terbentuk garam anorganik (Davis dan Mertz 1987).
Berbagai unsur anorganik (mineral) terdapat dalam bahan biologi, tetapi tidak atau belum semua mineral tersebut terbukti esensial, sehingga ada mineral esensial dan nonesensial. Mineral esensial yaitu mineral yang sangat diperlukan dalam proses fisiologis makhluk hidup untuk membantu kerja enzim atau pembentukan organ. Unsur-unsur mineral esensial dalam tubuh terdiri atas dua golongan, yaitu mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan dalam jumlah yang lebih dari 100 mg sehari, Yang termasuk mineral makro antara lain adalah natrium, klorida, kalium, kalsium, fosfor, magnesium, dan sulfur. Natrium, kalsium, kalium, magnesium diperlukan untuk transmisi saraf dan kontraksi otot. Fosfor dan magnesium terlibat dalam metabolisme energi. Kalsium, fosfor dan magnesium berperan dalam memberi bentuk (struktur) pada tulang. Selain itu mineral makro mempunyai peranan khusus dalam tubuh. Mineral makro diperlukan untuk membentuk komponen organ di dalam tubuh (Almatsier 2005).
Berdasarkan kegunaannya dalam aktivitas kehidupan, mineral (logam) dibagi menjadi dua golongan, yaitu mineral logam esensial dan nonesensial. Logam esensial diperlukan dalam proses fisiologis hewan, sehingga logam golongan ini merupakan unsur nutrisi penting yang jika kekurangan dapat menyebabkan kelainan proses fisiologis atau disebut penyakit defisiensi mineral. Mineral ini biasanya terikat dengan protein, termasuk enzim untuk proses metabolisme tubuh, yaitu kalsium (Ca), fosforus (P), kalium (K), natrium (Na), klorin (Cl), sulfur (S), magnesium (Mg), besi (Fe), tembaga (Cu), seng (Zn), mangan (Mn), kobalt (Co), iodin (I), dan selenium (Se). Logam nonesensial adalah golongan logam yang tidak berguna, atau belum diketahui kegunaannya dalam tubuh hewan, sehingga hadirnya unsur tersebut lebih dari normal dapat menyebabkan keracunan. Logam tersebut bahkan sangat berbahaya bagi makhluk hidup, seperti timbal (Pb), merkuri (Hg), arsenik (As), kadmium (Cd), dan aluminium (Al) (Gartenberg et al. 1990; Darmono 1995; Spears 1999).
Berdasarkan banyaknya, mineral dibagi menjadi dua kelompok, yaitu mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro diperlukan atau terdapat dalam jumlah relatif besar, meliputi Ca, P, K, Na, Cl, S, dan Mg. Mineral mikro ialah mineral yang diperlukan dalam jumlah sangat sedikit dan umumnya terdapat dalam jaringan dengan konsentrasi sangat kecil. Umumnya mineral mikro adalah mineral yang dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari. Walaupun mineral mikro terdapat dalam jumlah yang sangat kecil di dalam tubuh, namun mempunyai peranan esensial untuk kehidupan, kesehatan dan reproduksi. Kandungan mineral mikro bahan makanan sangat bergantung pada konsentrasi mineral mikro tanah asal bahan makan tersebut. Yang termasuk jenis mineral mikro adalah besi (Fe), seng (Zn), iodium (I), selenium (Se), tembaga (Cu), mangan (Mn), flour, khrom, molibden (Mo), arsen, nikel, silikon, dan boron (McDonald et al. 1988; Spears 1999).
Sumber mineral yang paling baik adalah makanan hewani, kecuali magnesium yang lebih banyak terdapat di dalam makanan nabati. Hewan memperoleh mineral dari tumbuh-tumbuhan dan menumpuknya dalam jaringan di dalam tubuhnya. Di samping itu mineral yang berasal dari makanan hewani mempunyai ketersediaan biologik lebih tinggi daripada yang berasal dari makanan nabati. Makanan hewani mengandung lebih sedikit bahan pengikat mineral daripada makanan nabati (Almatsier 2005).
TUJUAN
Praktikum ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis jenis mineral yang terkandung di dalam tulang.
ALAT DAN BAHAN
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah tabung reaksi, gelas piala, pipet tetes, pipet volumetrik 10 mL, penangas air, kertas saring, tabung erlenmeyer, dan gegep.
Bahan praktikum yang digunakan adalah larutan abu tulang, HNO3 1%, AgNO3 2%, HCl 10%, BaCl2, larutan asam asetat 10%, ammonium oksalat 1%, larutan urea 10%, pereaksi molibdat khusus, larutan ferosulfat, kristal amonium karbonat, kristal ammonium klorida, larutan ammonium hidroksida, kristal dinatrium, hidrogen fosfat, larutan ammonium tiosianat dan larutan kalium ferosianida.
PROSEDUR PERCOBAAN
Praktikum uji mineral ini dilakukan pada tulang. Metode yang digunakan adalah sistem pengabuan. Pembuatan abu tulang dilakukan dengan memanaskan 3-5 gram tepung tulang di dalam tanur hingga menjadi abu. Hasil abu tulang yang berwana kelabu didinginkan dan selanjutnya digerus halus di dalam mortar. Abu halus tersebut dipanaskan kembali di dalam pinggan porselin hingga putih. Abu putih dibiarkan hingga dingin dan dipindahkan ke dalam gelas piala 250 mL. Selanjutnya abu putih dicampurkan dengan 50 mL HNO3 10% dan dilakukan pemanasan hingga abunya larut. Hasil pemanasan ditambahkan 50 mL akuades.
Larutan abu tulang yang telah disiapkan digunakan untuk uji fosfat. Sebanyak 10 mL larutan abu tulang disaring. Filtrat yang dihasilkan dicampurkan dengan NH4OH pekat hingga basa. Digunakan kertas lakmus untuk menguji tingkat basanya. Jika terbentuk endapan putih menandakan terdapat kandungan fosfat. Selanjutnya dilakukan penyaringan kembali terhadap larutan abu tulang. Hasil filtrat dan endapan akan digunakan pada uji filtrat dan uji endapan.
Filtrat diberikan dua pengujian, yaitu uji klorida dan uji sulfat. Tahap pertama uji klorida adalah mengasamkan filtrat dengan larutan HNO3 10% yang diuji keasamannya dengan kertas lakmus. Ke dalam filtrat asam tesebut ditambahkan larutan AgNO3 2%. Endapan putih yang terbentuk menunjukkan adanya klor. Sementara untuk tahapan uji sulfat, dilakukan pengasaman filtrat dengan penambahan larutan HCl 10%. Filtrat asam tersebut dicampur dengan larutan BaCl2. Endapan putih yang terbentuk menunjukkan adanya sulfat.
Pengujian endapan dilakukan dengan empat perlakuan, yaitu uji kalsium, uji fosfat, uji magnesium, dan uji besi. Pengujian endapan dilakukan dengan menyaring 5 mL larutan asam pada endapan hasil penyaringan larutan abu tulang. Filtrat hasil pencucian endapan di tempatkan dalam gelas piala. Untuk uji kalsium digunakan 2 mL filtrat yang dicampukan dengan 1 mL ammonium oksalat 1%. Endapan putih yang terbentuk menunjukkan adanya kalsium. Uji fosfat menggunakan 1 mL filtrat yang dicampurkan dengan 1 mL larutan urea 10% dan pereaksi molibdat khusus. Setelah ketiganya bercampur, larutan tersebut ditambahkan dengan 1 mL larutan ferosulfat khusus. Pembentukan warna biru pada larutan yang makin lama makin pekat menunjukkan adanya fosfat. Uji magnesium menggunakan 2 mL filtrat yang dipanaskan hingga mendidih. Ke dalam filtrat panas tersebut ditambahkan sedikit demi sedikit kristal ammonium karbonat dan ammonium klorida selama endapan pada filtrat masih terbentuk. Endapan tersebut pun disaring, filtratnya dicampurkan dengan kristal kristal dinatrium hidrogen fosfat dan larutan amonium hidroksida hingga basa. Endapan putih yang terbentuk menunjukkan adanya magnesium. Uji besi menggunakan filtrat hasil pencucian endapan yang tidak larut dalam asam asetat di ketas saring dengan larutan HCl 10%. Uji besi dilakukan dengan mencampurkan 1 mL filtrat hasil penyaringan dengan 1 mL larutan amonium tiosianat. Warna merah yang tebentuk menunjukkan adanya kandungan besi dalam filtrat. Uji besi juga dilakukan dengan mencampurkan 1 mL filtrat dengan 1 mL larutan kalium ferosianida. Warna biru atau hijau yang terbentuk menunjukkan adanya kandungan besi dalam filtrat.
HASIL PENGAMATAN
Tabel 1. Pengujian filtrat abu tulang.
Uji | Hasil | Pengamatan |
Klorida | + | Terdapat endapan putih |
Sulfat | + | Tidak terdapat endapan putih |
Ket : | + : Bereaksi positif - : Bereaksi negatif |
Gambar 1. Pengujian filtrat abu tulang
Tabel 2. Pengujian endapan abu tulang
Uji | Hasil | Pengamatan |
Kalsium | + | Terdapat endapan putih |
Fosfat | + | Menjadi biru pekat |
Magnesium | + | Terdapat endapan putih |
Besi (amonium tiosianat) Besi (Kalium ferosianida) | + + | Terbentuk warna merah Terbentuk warna hijau |
Ket : | + : Bereaksi positif - : Bereaksi negatif |
Gambar 2. Hasil uji kalsium, fosfat dan magnesium
Gambar 3. Hasil uji besi (ammonium fosfat) dan besi (kalium ferosianida)
PEMBAHASAN
Pengujian filtrat abu tulang digunakan untuk pengujian klorida dan sulfat. Hasil uji klorida menunjukkan larutan bereaksi positif terhadap uji klorida dengan terbentuknya endapan putih pada tabung no.1 (gambar 1). Kandungan klorida pada filtrat abu tulang dapat diketahui karena penambahan larutan HNO3 dan AgNO3. Penambahan HNO3 bertujuan untuk mengasamkan larutan, sehingga mineral dapat larut. Penambahan AgNO3 dilakukan agar mineral yang larut (klorida) dapat diikat oleh ion Ag sehingga menghasilkan endapan berwarna putih. Endapan ini disebut endapan AgCl. Menurut Vogel (1985), jika endapan perak klorida ada dalam kesetimbangan dengan larutan jenuhnya, maka kesetimbangan yang terjadi:
Reaksi diatas merupakan kesetimbangan heterogen, karena AgCl ada dalam fase padat , sedangkan ion-ion Ag+ dan Cl- ada dalam fase tersebut. Endapan AgCl terbentuk karena hasil kali konsentrasi ion Ag+ dan Cl- melampaui Ksp AgNO3. Hal tersebut menyebabkan penambahan AgNO3 pada larutan berklorida akan menghasilkan endapan. Sehingga pengujian tersebut menunjukkan bahwa tulang mengandung klorida. Klor adalah salah satu mineral makro yang merupakan anion utama ciaran ekstraselular. Klor merupakan 0,15% dari berat badan. Konsentrasi klor tertinggi adalah dalam cairan serebrospinal (otak dan sumsum tulang belakang), lambung, dan pankreas. Sebagai anion utama dalam cairan ekstraselular, klor berperan dalam memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit. Klor juga berperan dalam pemeliharaan suasana asam di dalam lambung dan mengatur keseimbangan asam basa di dalam tubuh.Sementara hasil untuk uji sulfat didapatkan reaksi negatif dengan tidak terbentuknya endapan putih pada larutan filtrat asam yang ditambahkan dengan BaCl2. Kandungan sulfat pada filtrat abu tulang dapat dideteksi setelah penambahan HCl dan larutan BaCl2. Fungsi HCl sama dengan fungsi HNO3 pada uji klorida, yaitu untuk mengasamkan filtrat sehingga mineral dapat larut. Penambahan BaCl2 dilakukan agar sulfat dapat diikat oleh ion Ba sehingga membentuk endapan putih yang disebut BaSO4. Larutan termasuk dalam golongan anion kalsium-barium-besi karena sampel tersebut terendapkan oleh barium asetat dan tidak larut dalam HCl, maka dapat disimpulkan bahwa anion yang terkandung dalam sampel adalah ion SO42- karena anion tersebut mempunyai selektifitas ion yaitu pada penambahan HCl, endapan tidak dapat larut.
Endapan yang disaring dari filtrat abu tulang yang telah dicampur dengan NH4OH disaring kembali dengan menggunakan asam asetat. Menurut Vogel (1985), pencucian endapan bertujuan untuk menghilangkan kontaminasi (zat-zat pengotor) pada permukaan endapan. Pencucian endapan menggunakan larutan elektrolit kuat yang mengandung ion sejenis yang sama dengan endapan agar kelarutan endapan berkurang. Larutan harus mudah menguap agar endapannya mudah untuk ditimbang. Larutan pencuci dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu: larutan yang dapat mengurangi kelarutan dari endapannya, larutan yang dapat mencegah hidrolosis garam dari basa lemah atau asam lemah, larutan yang dapat mencegah terbentuknya. Filtrat hasil pencucian endapan ini digunakan kembali untuk melakukan uji kalsium, uji fosfat, uji magnesium, dan uji besi.
Pengujian endapan abu tulang menghasilkan reaksi positif pada keempat unsur yang diujikan, yaitu kalsium (Ca), magnesium (Mg), fosfor (P), dan besi (Fe). Pengujian kalsium pada endapan filtrat abu tulang menunjukkan hasil positif, yang dapat diketahui dari terbentuknya endapan berwarna putih setelah amonium oksalat ditambahkan pada filtrat (Gambar 2). Hal tersebut menunjukkan bahwa abu tulang mengandung kalsium. Fungsi penambahan amonium oksalat kurang lebih sama seperti BaCl2, yaitu untuk mengikat kalsium dan membentuk senyawa baru. Menurut Suhardjo et al.(1986), penambahan pereaksi amonium oksalat akan bereaksi dengan kalsium yang ada difiltrat tersebut yang berwujud endapan putih. endapan ini dinamakan kalsium oksalat.
Menurut Keviena et.al. (2010), kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia. Tubuh manusia dewasa mengandung sekitar 1100 g (27,5 mol) kalsium. Kira-kira 99% kalsium terdapat di dalam jaringan keras yaitu pada tulang dan gigi. Sedangkan sisanya, 1% kalsium terdapat pada darah dan jaringan lunak.Untuk memenuhi 1% kebutuhan ini, tubuh mengambilnya dari makanan yang dimakan atau dari tulang. Apabila makanan yanag dimakan tidak dapat memenuhi kebutuhan, maka tubuh akan mengambilnya dari tulang. Sehingga tulang dapat dikatakan sebagai cadangan kalsium tubuh. Jika hal ini terjadi dalam waktu yang lama, maka tulang akan mengalami pengeroposan tulang.
Magnesium memegang peranan penting dalam lebih dari tiga ratus jenis sistem enzim di dalam tubuh. Magnesium bertindak di dalam semua sel jaringan lunak sebagai katalisator dalam reaksi-reaksi biologik termasuk reaksi-reaksi yang berkaitan dengan metabolisme energi, karbohidrat, lipida, protein, dan asam nukleat serta dalam sintesis , degradasi, dan stabilitas bahan gen DNA (Almatsier 2005). Di dalam cairan sel ekstraselular magnesium bereran dalam transmisi syaraf, kontraksi otot, dan pembekuan darah. Uji magnesium dilakukan dengan pemanasan filtrat terlebih dahulu. Fungsi pemanasan adalah untuk melarutkan mineral dan mempercepat reaksi yang akan terjadi. Pengujian kandungan magnesium pada filtrat abu tulang menunjukkan hasil yang positif. Setelah dilakukan penambahan kristal amonium karbonat dan amonium klorida, terbentuk endapan pada filtrat. Penambahan kristal dinatrium hidrogen fosfat dan amonium hidroksida berfungsi untuk membasakan filtrat dan mendeteksi adanya kandungan magnesium. Adanya magnesium ditunjukkan dengan endapan berwarna putih (gambar 2.). Reaksi yang terjadi adalah :
Fosfor adalah senyawa penting dari semua jaringan tubuh yang mempunyai variasi luas dalam fungsi vital, termasuk pembentukan subtansi penyimpangan energi (misal, adenosintrifosfat (ATP), pembentukan sel darah merah 2,3 difosfogliserat (DPG), yang memudahkan pengiriman oksigen ke jaringan-jaringan, metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak, dan pemeliharaan keseimbangan asam basa. Fosfor penting untuk fungsi otot dan sel-sel darah merah, pembentukan adenosine trifosfat (ATP) dan 2,3-difosfogliserat (DPG), dan pemeliharaan keseimbangan asam- basa, juga untuk sistem saraf dan perantara metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Kadar normal serum fosfor berkisar 2,5 dan 4,5 mg/dl dan dapat setinggi 6 mg/dl pada bayi dan anak-anak. Kira-kira 85% fosfor tubuh terdapat didalam tulang dan gigi, 14% adalah jaringan lunak, dan kurang dari 1% dalam cairan ekstraseluler (CES) (Keviena et.al. 2010). Hasil uji fosfor menunjukkan reaksi positif dengan berubahnya warna larutan menjadi semakin biru pekat setelah penambahan filtrat yang dicampurkan dengan larutan urea 10% dan pereaksi molibdat khusus serta ditambahkan dengan 1 mL larutan ferosulfat khusus. Fungsi penambahan larutan urea, pereaksi molibdat khusus, dan larutan feroslufat khusus bertujuan agar pada filtrat tersebut terbentuk suatu kompleks. Kompleks ini dinamakan kompleks biru fosfomolibdat dan memiliki warna biru yang semakin lama semakin pekat. Reaksi yang terjadi adalah
Zat besi merupakan salah satu mineral yang dapat membuat tubuh sehat tubuh manusia mengandung lebih kurang 3,5 - 4,5 gram zat besi, di mana dua per tiganya ditemukan di dalam darah, sementara sisanya ditemukan di dalam hati, sumsum tulang, otot. Peranannya dalam produksi sel darah merah sudah sangat terkenal, terutama untuk kaum wanita. Besi (Fe) merupakan mineral makro dalam kerak bumi, tetapi dalam sistem biologi tubuh merupakan mineral mikro. Pada hewan, manusia, dan tanaman, Fe termasuk logam esensial, bersifat kurang stabil, dan secara perlahan berubah menjadi ferro (Fe II) atau ferri (Fe III). Kandungan Fe dalam tubuh hewan bervariasi, bergantung pada status kesehatan, nutrisi, umur, jenis kelamin, dan spesies (Dhur et al. 1989; Graham 1991; Beard et al. 1996). Besi dalam tubuh berasal dari tiga sumber, yaitu hasil perusakan sel-sel darah merah (hemolisis), dari penyimpanan di dalam tubuh, dan hasil penyerapan pada saluran pencernaan (Darmono 1995; King 2006). Uji besi digunakan dua teknik. Teknik pertama menggunakan amonium tiosianat. Penambahan amonium tiosianat pada filtrat abu tulang menghasilkan larutan berwarna merah. Warna merah ini menunjukkan adanya kandungan besi (Fe3+) pada filtrat. Reaksi yang terjadi pada Fe3+: 4Fe+3+ + 3K4[Fe(CN)6] → Fe4[Fe2(CN)6)]3 + 12K+. Hasil yag ditunjukkan pada teknik ini menunjukkan reaksi positif dengan terbentuknya warna merah pada larutan tabung nomor 1 (gambar 2). Uji besi juga digunakan dengan pereaksi kalium ferosianida. filtrat yang ditambah kalium ferosianida menghasilkan larutan berwarna hijau dan endapan biru. Warna hijau dan endapan biru menunjukkan adanya kandungan besi (Fe2+) pada filtrat. Reaksi yang terjadi pada Fe2+ : Fe+3 + 6NH4SCN → [Fe(SCN)6]-3 + 6NH4+. Hasil yang ditunjukkan pun bereaksi positif dengan terbentuknya warna hijau pada larutan tabung nomor 2 (gambar 3).
Hasil percobaan mengenai mineral menunjukkan bahwa kandungan mineral dalam tulang mengandung klorida, sulfat, kalsium, fosfor, magnesium dan besi. Menurut Keviana et.al. (2010), tulang hewan mengandung banyak sekali mineral, baik mineral makro maupun mikro. Mineral yang terkandung pada tulang hewan antara lain klor, sulfat, magnesium, kalsium, fosfat, dan besi. Sehingga, hasil percobaan sesuai dengan literatur.
KESIMPULAN
Mineral yang banyak berperan penting di dalam tulang diantaranya adalah klorida (Cl), kalsium (Ca), fosfor (P), dan magnesium (Mg). Mineral tersebut termasuk mineral makro. Sedangkan besi (Fe) dan sulfat (S) merupakan mineral mikro. Fosfor dan kalsium banyak terdapat dalam tulang. Hal ini dapat dibuktikan dengan uji mineral fosfat dan kalsium pada filtrat abu tulang. Adanya kandungan kalsium ditandai dengan endapan putih, sedangkan kandungan fosfor ditandai dengan warna biru kehijauan. Adanya klorida dan sulfur ditandai dengan adanya endapan putih. Sedangkan pada besi hasil reaksi positif ditandai larutan yang bewarna hijau. Kebutuhan akan mineral harus dipenuhi agar kesehatan dan sistem dalam tubuh dapat berjalan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier S. 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Davis GK, Mertz. 1987. Elements in Human and Animal Nutrition. San Diego : Academic Press, Inc.
Gartenberg PK et al. 1990. Evalution of trace mineral status of ruminants in northeast Mexico. Livestock Res. Rural Dev. 3(2): 1−6.
Keviana et al. 2010. Tulang. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
King MW. 2006. Clinical aspect of iron metabolism. J. Med. Biochem. 15(9): 1−4.
McDonald P. Edwards RA, Greenhalgh JFD. 1988. Animal Nutrition. New York : John Willey and Sons Inc.
Spears JW. 1999. Reevalution of the metabolic essensiality of minerals. Asian Aust. J. Anim. Sci. 12(6): 1.002−1.008.
Suharjdo et al. 1886. Pangan, Gizi, dan Pertanian. Jakarta : Universitas Indonesia
Vogel. 1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Edisi kelima. Jakarta : PT Kalman Pustaka.
0 comments:
Posting Komentar